Rabu, 30 Maret 2016

Sebuah Pengorbanan Sederhana #Bab Sembilan

Sebelumnya, SPS #Bab Delapan

Leo menuruni tangga dengan menenteng satu koper kecil, pagi masih remang-remang. Itu masih jam 5 dini hari. Ia menyeret koper itu setelah sampai lantai bawah, Miko keluar dari kamar dan melihat adiknya berjalan menuju pintu depan menggeret koper.

"Leo, kau mau kemana?"

Leo terpaksa harus menghentikan langkah, memutar tubuhnya. Terlihat Miko berjalan ke arahnya, menatapnya dengan seksama. Ia masih memakai piyama, sementara Leo mengenakan celana jeans hitam, kaos Rafp & Lauren berkerah warna merah dan di lapisi jaket hitam.

"Kau mau kemana?" tanya Miko sekali lagi, "liburan!" sahutnya simple.
Miko mengernyit, "liburan?" desisnya aneh.

"Cynthia mengajakku pergi ke Singapore, dan aku sudah kadung menyetujuinya!"
"Ouh..., baguslah!" sahutnya, "mungkin dengan begitu, hubungan kalian jadi lebih baik!" harapnya.

Dan Leo harus mendengus mendengar itu, mungkin juga pak Dendy menyuruh Miko untuk membujuknya agar menyukai putrinya itu.

"Cynthia terlihat cocok denganmu, dan tulus sekali padamu!"

Leo tak menyahut, tapi pandangannya kini tertuju ke sosok yang sudah berada tak jauh di belakang Miko. Tertegun mendengar ucapan Miko.

"Aku dan Cynthia..., itu..., ku rasa kita tak perlu membahasnya. Lagipula...!"
Tin...tin...tiiiin....

Leo menoleh ke belakang sejenak, "ku rasa aku sudah di jemput, aku tak mau dia mengomel!" katanya lalu berbalik dan mulai kembali melangkah. Miko menatap adiknya hingga menghilang di balik pintu, Maya segera sadar dan mulai melangkah ke dapur. Miko meliriknya.

* * *

Kaca belakang mobil sudah terbuka dan wajah Cynthia muncul, "persiapannya beres?" tanyanya.
"Pria tak butuh banyak barang seperti wanita, yang kurisaukan justru jika kau ketinggalan hairdryermu!" gurau Leo. Cynthia tertawa seraya membuka pintu agar Leo bisa masuk di sisinya.

Sebenarnya Leo ingin duduk di depan saja, tapi ternyata sudah ada Rita di sana, dan yang berada di balik kemudi adalah pak Abdul. Sopir Cynthia. Jadi Leo tak punya pilihan, ia harus duduk di samping Cynthia setelah melempar kopernya ke jok belakang.

"Sebenarnya aku bisa naik taksi saja, kau tak perlu menjemputku!" katanya.

Terdengar tawa dari jok depan, "Tentu saja Cynthia akan menjemputmu, dia kan takut kalau kau ngumpet dan tak jadi ikut, he...he...!" candanya.
Seketika pipi Cynthia merona, Leo tersenyum saja. Mobil Serena putih itu pun melaju.
"Kau bilang kau bersama teman-temanmu, kenapa hanya Rita?" tanya Leo.
"Kan Viola sama Tama!"
"Ouh...ya, tentu saja." sahutnya setelah ingat kalau Viola baru saja jadian dengan Tama.

Tiba-tiba saja Cynthia merapat dan menggandeng lengan Leo, menyandarkan kepalanya ke bahu Leo. Seketika Leo menoleh karena terkejut, ia tak sempat menghindar. Dagunya menyentuh ujung kepala Cynthia. Tak ada yang Cynthia ucapkan, gadis itu malah menutup mata. Sepertinya pura-pura tidur agar Leo tak melepaskan diri. Akhirnya Leopun kembali menyandarkan kepalanya ke sandaran Jok. Membiarkan Cynthia menggelayut padanya meski rasa risih menyala karena empat biji mata di depan itu mengintip melalui spion tengah sambil senyum-senyum.

Sesampainya di bandara mereka langsung menuju ke Gate 2 keberangkatan, ternyata Tama dan Viola sudah di sana. Alan dan Tania juga baru datang, lalu ada Eros yang di ajak oleh Tama. Jumlah ada delapan orang sekarang.

"Sudah berkumpul semua kan?" seru Cynthia yang baru saja melepaskan lengan Leo. Alan melirik temannya dengan senyum penuh arti. Dan Leopun mengerti arti senyuman itu, ia melotot pada Alan dengan kesal. Itu justru membuat senyuman Alan mengembang menahan tawa.

* * *

Rena menatap foto pria yang di sodorkan oleh Roger padanya di meja kerja sepupunya itu. Pria itu mungkin berumur kisaran 46-48, perhitungan Rena. Tapi benar, pria itu memang berusia 48 tahun, berperawakan sedang, tampan dan masih berkarisma. Rena pikir targetnya selanjutnya akan kembali pria berkepala tiga, tapi ini lebih parah. Sudah berkepala empat dan memiliki seorang anak yang sudah dewasa, tapi untungnya dia seorang duda. Jadi tidak akan bermasalah dengan wanita lain.

"Malam ini dia akan datang di universari salah satu rekan bisnisnya, kau harus bisa berkenalan dengannya. Usahakan dia menawarimu untuk mengantarmu pulang!" ulas Roger. Rena mengangkat matanya ke arah sepupunya itu.
"Jangan mencoba berbuat ulah, Rena. Aku juga akan ada disana, dan aku bisa memantaumu langsung!" tegasnya.

"Haruskah dia?"
"Kau ingin menawar?"
Rena tak menyahut , ia justru membuang muka. Roger menyunggingkan senyum, "aku janji, dia adalah yang terakhir!" tukasnya, Rena kembali meliriknya dengan tak percaya, ada setitik asa dimatanya tapi itu sebelum Roger melanjutkan ucapannya yang justru membuatnya serasa mati seketika, "karena kau harus membuatnya menikahimu!"

"Apa!"

"Satu-satunya cara kau bisa mengambil sesuatu darinya, adalah dengan menjadi istrinya. Kau tahu kan, putrinya sudah dewasa, begitu putrinya menikah, dia akan mewariskan semuanya kepada putrinya itu!"
"Lalu kenapa bukan kau saja yang mendekati putrinya, kurasa itu lebih akurat!"
"Putrinya jatuh cinta setengah mati kepada salah satu arsiteknya, dan sepertinya..., dia menyetujui pria itu. Jadi akan sulit bagiku mendekati putrinya!"

Rena menatapnya tajam, menggerutu, "kau memang bedebah!" makinya,
"Kau mau menolaknya?" tanya Roger, "bukankah sudah ku penuhi keinginanmu, ku bebaskan ruang gerakmu, ku buatkan video terbaru adikmu, dan janjimu...kau akan lakukan apapun mauku!"

Rena sedikit memajukan tubuhnya, "yang aku mau, aku mau melihat langsung adikku. Atau, video call langsung dengannya, bukan hanya melihat video buatanmu!" geramnya.
"Untuk saat ini, aku tak bisa mengabulkannya. Tapi mungkin, jika kau berhasil menjalin hubungan dengan pria ini!" tunjuk Roger tepat pada foto yang tergeletak di meja, "kau bisa bertemu adikmu, bagaimana?"

Rena diam mempertimbangkan tawaran itu, "kau harus janji akan mempertemukanku dengan adikku!" pintanya.
"Ok, kau akan bertemu dengannya, setelah kau berhasil mendekatinya. Aku janji!"
"Ku pegang janjimu!"

Roger kembali menyimpulkan senyum, "memangnya kau bisa apa?" tantangnya, "jika terjadi sesuatu pada adikku, kau akan menyesal. Aku punya satu bukti kejahatanmu Roger, dan saat ini..., bukti itu ada di tangan yang aman. Jika terjadi sesuatu pada adikku dan padaku, bukti itu akan sampai ke tangan polisi!" gertaknya.

Roger melebarkan mata, ia melihat kesungguhan di mata Rena. Tapi ia tetap tenang, "kita lihat saja, kau tahu aku kan? Tidak sulit bagiku mencari sesuatu!"

Rena membalas tatapannya lalu bangkit dari duduknya, "aku tahu pria ini, sedikit!" katanya lalu melangkah meninggalkan ruangan.

Roger menyambar beberapa barang hingga jatuh berserakan ke lantai, "brengsek!" makinya.

Rena memasuki kamarnya dan bersandar di pintu, ia baru saja menggertak Roger dengan sesuatu yang kamuflase. Sesuatu yang tak ia miliki, tapi setidaknya ia senang bisa menciptakan sedikit ketegangan di wajah sepupunya yang keparat itu. Dan rasanya ia memang harus mencari bukti kejahatan Roger secara nyata, mungkin saja Leo bisa membantunya dengan hal itu nanti.

"Leo!" desisnya lirih. ,

Mengingat pria itu menciptakan debaran aneh di dadanya, sesuatu yang bergemuruh, yang tak mampu ia kendalikan. Ia tahu, ia telah jatuh cinta sejak pertama kali mereka bertemu meski saat itu ia hanya melihat matanya saja. Karena mata itu...,
Mata itu memberinya tatapan lain, tatapan yang tak pernah ia temukan pada semua pria yang ia temui sebelumnya. Sebuah tatapan yang tak mengandung nafsu, tatapan yang meneduhkan dan mengandung sesuatu yang membuatnya merasa di hargai.

Setitik airmata jatuh di pipinya, ia sadar siapa dirinya. Dan pria baik-baik seperti Leo, tidak akan mungkin bisa jatuh cinta pada wanita seperti dirinya.

---Bersambung.....---

SPS #Prolog

Selasa, 29 Maret 2016

Puisi | Terbajak

Ini sebuah cerita yang bukan sekedar cerita
Tentang jiwa-jiwa kerdil dalam sebuah kapal
Yang mengemban tugas demi kewajiban
Mengarungi samudra, menerjang ombak

Lalu datang jiwa-jiwa iblis bersenjatakan lengkap
Menodong, meringkus, menyerang dengan kalap
Menyergap
Menahan dengan sekap

Jiwa-jiwa ini...
Terjebak, terjerat, terperangkap
Oleh moncong-moncong berlaras panjang yang terangkat
Penuh timah-timah yang siap melesat

Getar tubuh kian meraja
Memikir akan datangnya ajal

Do'a - do'a kami panjat
Harapkan datang malaikat penyelamat
Membebas, melepas ikat, jerat
Membawa pulang dengan selamat

©Puisi ini di dedikasikan untuk 10 WNI awak dari kapal Tunda Brahma 12 dan Tongkang Anand 12 yang di bajak dan di sandra oleh kelompok Abu Sayyaf di perairan Filiphina.